Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo mengatakan Sabda Tama Sultan
HB X merupakan kegemasan dari Sultan HB X terhadap pemerintah pusat
terkait materi di RUU Keistimewaan DIY. "Ini isyarat kegemasan dari
Sultan, karena pemerintah masih berpegang pada pemilihan dalam penentuan
gubernur DIY," ujar Ganjar kepada wartawan di gedung DPR, Kompleks
Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/5/2012).
Ganjar menyebutkan pembahasan RUUK DIY selama ini antara pemerintah dan DPR hanya berputar-putar pada masalah penetapan gubernur atau pemilihan. "Pidato Sultan sinyal, sebelum mereka mempunyai inspirasi yang tidak diinginkan," tambah Ganjar.
Politikus PDI Perjuangan ini menuturkan semakin lama pembahasan RUUK DIY, justru semakin mengubah konstalasi di parlemen. "Seperti PAN pasca-pilkada di Yogyalarta jadi berubah-ubah, padahal dulu posisi jelas, delapan fraksi mendukung penetapan melawan satu fraksi yang mendukung pemilihan. Sekarang petanya berubah," papar Ganjar.
Ganjar menuturkan seharusnya dalam persidangan saat ini RUUK DIY dapat disahkan oleh pemerintah dan DPR. Dia mengkhawatirkan semakin molor waktu pembahasan semakin aneh pikiran masyarakat. "Semakin molor waktu semakin aneh-aneh pikiran masyarakat," ingat Ganjar.
Dia menuturkan publik membaca DPR dan pemerintah memiliki niat atau tidak. Ganjar menyebutkan Yogyakarta melihat ini dipermainkan oleh Jakarta.
Sebagaimana dimaklumi, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan "Sabda Tama" secara mendadak. Sabda ini untuk menyikapi kedudukan Raja Kraton dan Adipati Pakualam dalam pemerintahan, serta menyikapi pengangkatan Angkling Kusumo sebagai Adi Pakualam baru.
"Saya Raja Mataram akan menyampaikan Sabda: Adapun Kraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman itu, dua-duanya menjadi satu. Mataram itu negara yang merdeka, yang memiliki aturan dan tata pemerintahan sendiri. Seperti yang dikehendaki dan diperkenankan, termasuk Mataram di dalam Nusantara, mendukung berdirinya negara, tetapi tetap memiliki aturan dan tata pemerintahan sendiri. Yang itu seperti diinginkan para Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alaman yang bertahta, ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur," kata Sultan.
Ganjar menyebutkan pembahasan RUUK DIY selama ini antara pemerintah dan DPR hanya berputar-putar pada masalah penetapan gubernur atau pemilihan. "Pidato Sultan sinyal, sebelum mereka mempunyai inspirasi yang tidak diinginkan," tambah Ganjar.
Politikus PDI Perjuangan ini menuturkan semakin lama pembahasan RUUK DIY, justru semakin mengubah konstalasi di parlemen. "Seperti PAN pasca-pilkada di Yogyalarta jadi berubah-ubah, padahal dulu posisi jelas, delapan fraksi mendukung penetapan melawan satu fraksi yang mendukung pemilihan. Sekarang petanya berubah," papar Ganjar.
Ganjar menuturkan seharusnya dalam persidangan saat ini RUUK DIY dapat disahkan oleh pemerintah dan DPR. Dia mengkhawatirkan semakin molor waktu pembahasan semakin aneh pikiran masyarakat. "Semakin molor waktu semakin aneh-aneh pikiran masyarakat," ingat Ganjar.
Dia menuturkan publik membaca DPR dan pemerintah memiliki niat atau tidak. Ganjar menyebutkan Yogyakarta melihat ini dipermainkan oleh Jakarta.
Sebagaimana dimaklumi, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan "Sabda Tama" secara mendadak. Sabda ini untuk menyikapi kedudukan Raja Kraton dan Adipati Pakualam dalam pemerintahan, serta menyikapi pengangkatan Angkling Kusumo sebagai Adi Pakualam baru.
"Saya Raja Mataram akan menyampaikan Sabda: Adapun Kraton Ngayogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman itu, dua-duanya menjadi satu. Mataram itu negara yang merdeka, yang memiliki aturan dan tata pemerintahan sendiri. Seperti yang dikehendaki dan diperkenankan, termasuk Mataram di dalam Nusantara, mendukung berdirinya negara, tetapi tetap memiliki aturan dan tata pemerintahan sendiri. Yang itu seperti diinginkan para Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alaman yang bertahta, ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur," kata Sultan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar