Upacara Adat Babat Dalan Giring

Babat Dalan Giring

Desa Giring, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul INDONESIA
 

Desa Giring merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Paliyan. Desa yang terletak di bagian selatan Kota Wonosari ini wilayahnya relatif dekat dengan jalan raya. Oleh karena itu, jaringan listrik sudah masuk hampir di semua wilayah Giring. Ada enam dusun yang ada di bawah Desa Giring, yaitu Bulu, Singkil, Pengos, Gunungdawa, Pulebener, dan Nasri. Mayoritas wilayah Desa Giring, merupakan tanah kering, dan sebagian berupa hutan, sedikit tanah sawah dengan variasi tanaman jagung, ubi kayu, kacang tanah, dan kedelai. Sebagian besar rumah tangga Desa Giring masih mengkonsumsi kayu bakar untuk keperluan dapurnya. Kebutuhan air dipenuhi dari sungai atau danau yang ada di desa tersebut.
Desa Giring mengingatkan adanya nama tokoh yang cukup dikenal. Dari cerita yang berkembang dalam masyarakat mengenai desa tersebut. Desa Giring memang terkait dengan beberapa peristiwa, seperti misalnya upacara Babat Dalan yang terkait dengan tokoh Ki Ageng Giring, yang dulu dikenal dengan nama Kyai Ageng Wonomenggolo, putra Majapahit Prabu Brawijaya IV.
Menurut cerita, dahulu di Giring dan Sada pernah terjadi wabah atau pagebluk. Para tokoh masyarakat kemudian berupaya mencari makam Ki Ageng Giring. Pada saat mencari makam tersebut, di sepanjang jalan mereka "mbabati" atau membersihkan jalan yang menuju ke lokasi makam. Sepanjang jalan mereka mendapati sebidang tanah yang bau wangi dan tulang/bangkai burung berceceran disekitarnya. Saat membuat jalan tersebut, ditemukan beberapa buah benda yaitu tutup kepala dan sebuah tongkat (diberi nama teken dan kethu) yang dipercayai bahwa benda tersebut milik Ki Ageng Giring.
Para pencari makam tadi melakukan semedi dan berjanji akan melakukan syukuran "ambengan" bila Desa Giring dan Sada dapat kembali seperti dulu tanpa pagebluk. Ki Ageng Giring secara kebetulan disemayamkan di Desa Sada.
Cerita tersebut mengandung ajaran kepada seseorang untuk "membersihkan jiwa dari hal-hal yang tidak baik", mengingat Ki Ageng Giring adalah murid Sunan Kalijaga. Dahulu masyarakat setempat melaksanakan upacara ini di masjid Sada dengan sarana upacara adalah "ringin kurung" harus diikat dengan janur, dan mereka membawa clathung (arit) untuk mengambil janur yang dipasang pada pohon kukun (yang ditanam oleh sesepuh Giring).
Sekitar tahun 1985, upacara Babat Dalan sudah tidak lagi diperhatikan oleh masyarakat setempat, khususnya Desa Giring. Kini upacara tersebut hanya diselenggarakan secara individual dengan membuat ambengan dan pengajian. Orang-orang dusun sendiri membawa ambengan, yaitu nasi di tenggok dan lawuhan (lauk pauk).
Upacara Babat Dalan diselenggarakan satu tahun sekali di Desa Giring dan Desa Sada, setelah petani panen padi yaitu pada hari Jumat kliwon pukul 15.00 WIB. Upacara ini diadakan pada hari tersebut karena ada hubungannya dengan saat utusan dari Kraton mencari tempat makamnya Ki Ageng Giring. Dahulu upacara tersebut dilaksanakan secara bersama-sama di Desa Giring, namun dalam perkembangannya, kedua desa masing-masing melaksanakan sendiri.
Tujuan utama diadakannya upacara ini untuk mengingatkan ajaran–ajaran Ki Ageng Giring yang terkandung dalam upacara Babat Dalan yaitu mendekatkan diri kepada Yang Maha Agung, keprihatinan, dan keteguhan hati dalam keimanan. Selain itu, berkaitan pula dengan adanya kepercayaan supaya warga desa diberi keselamatan dan kesejahteraan dengan mengadakan upacara tradisional tersebut.
Pada hari Kamis Wage, dusun-dusun yang berada di wilayah Desa Giring, mengadakan malam tirakatan, dan pada pagi harinya, Jumat Kliwon, semua sesaji yang telah dipersiapkan dibawa ke balai desa tempat upacara.
Sesaji yang diperlukan dalam upacara Babat Dalan berupa:
- Abon–abon, yang berisi kemeyan, tembakau, kemmbang telon, dan sekedar uang,
- Jenang, dengan warna abang, abang-putih, baro-baro, moncowarno, pliringan, dan blowok
- Tumpeng, yaitu among-among, tempung asmpur, ambengan, nasi wudhuk-ingkung ayam, jadah woran, abon kelapa, pisang ayu, brakahan (polo kependhem, polo gumantung),
Setiap sesaji mempunya makna dan tujuan tertentu:
- Nasi liwet, untuk menghormati yang menjaga kelestarian luar dan dalam rumah masing–masing,
- Jenang merah putih, untuk menghormati terjadinya kedua wahyu dari ayah dan ibu,
- Jenang merah, untuk menghormati penguasa Sangkala yaitu Baginda Ambyah,
- Jenang baro–baro, untuk peringatan wahyu yang lahir bersama penetapan namun lain tempat,
- Jenang moncowarno, untuk memperingati kiblat empat lima yang ditempati,
- Jenang piringan, untuk memperingati sahabatnya Nyai Roro Kidul,
- Tumpeng Among, untuk memperingati malaikat pamomong semua warga masyarakat dan hak pemilikan semua warga,
- Tumpeng Sampur, untuk melambangkan saat menerima wahyu agar bisa sempurna dan lestari,
- Nasi Ambeng, untuk peringatan para arwah leluhur yang telah mendahului menghadap Yang Maha Agung,
- Nasi Memule, untuk peringatan semua yang ada di muka bumi dan di bawah langit,
- Nasi Tumpeng Batok Bolu, untuk peringatan yang berkewajiban menjaga sebelah pintu kiri luar dan dalam,
- Apem Goreng, permohonan ampun bilamana banyak kesalahan para arwah leluhur agar semua sukma yang masih di pintu neraka segera diterima disisi Yang Maha Agung,
- Nasi Tumpeng Alus, permohonan agar semua permintaan dikabulkan,
- Pisang Ayu, untuk mangayu–ayuning bawono murih raharjaning praja dalam arti semua keberadaan di muka bumi dari Yang Maha Agung wajib dilestarikan,
- Brakalan (polo kependem, polo rambat), untuk mengingatkan bahwa masa hidupnya Ki Ageng Giring adalah petani yang menanam jenis tanaman tersebut dan tidak lupa makan jenis makanan tadi, yang menggambarkan cara hidup sederhana.
Sebelum acara dimulai, pemimpin upacara membacakan satu per satu jenis sesaji, dan para pesertanya menyetujui dan membenarkannya. Tepat pukul 15.00 WIB, upacara dimulai dengan mengikrarkan ujub oleh sesepuh desa disertai dengan pembakaran kemenyan dan pembacaan mantra suci, yaitu pemusatan hati ke alam semedi menurut kepercayaan masing-masing. Setelah itu dilanjutkan dengan doa selamat.
Selesai doa selamat, semua sesaji yang berupa nasi dan lauk pauk dimakan bersama. Biasanya ada sisa nasi yang dibawa pulang, baik untuk keluarga yang tidak bisa ikut upacara, maupun untuk dikeringkan menjadi aking. Aking tersebut dicampur dengan benih padi agar ketika benih tersebut disebarkan di lahan, para warga akan memperoleh hasil panen yang baik, karena sudah mendapat berkah dari Ki Ageng Giring.

Upacara Adat Sekaten Jogja

Di wilayah Kotamadya Yogyakarta, terdapat upacara adat yang disebut sebagai Sekaten atau yang lebih dikenal dengan istilah Pasar Malam Perayaan Sekaten karena sebelum upacara Sekaten diadakan kegiatan pasar malam terlebih dahulu selama satu bulan penuh. Tradisi yang ada sejak zaman Kerajaan Demak (abad ke-16) ini diadakan setahun sekali pada bulan Maulud, bulan ke tiga dalam tahun Jawa, dengan mengambil lokasi di pelataran atau Alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Asal usul istilah Sekaten berkembang dalam beberapa versi. Ada yang berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata Sekati, yaitu nama dari dua perangkat pusaka Kraton berupa gamelan yang disebut Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena orang-orang menyambut hari Maulud tersebut dengan perasaan syukur dan bahagia dalam perayaan pasar malam di Alun-alun Utara.

Pendapat lain mengatakan bahwa kata Sekaten berasal dari kata syahadataini, dua kalimat dalam Syahadat Islam, yaitu syahadat taukhid (Asyhadu alla ila-ha-ilallah) yang berarti "saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah" dan syahadat rasul (Waasyhadu anna Muhammadarrosululloh) yang berarti "saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah".
Upacara Sekaten dianggap sebagai perpaduan antara kegiatan dakwah Islam dan seni. Pada awal mula penyebaran agama Islam di Jawa, salah seorang Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga, mempergunakan kesenian karawitan (gamelan Jawa) untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitan-nya dengan menggunakan dua perangkat gamelan Kanjeng Kyai Sekati. Di sela-sela pergelaran, dilakukan khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam.
Di kalangan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, muncul keyakinan bahwa dengan ikut merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang bersangkutan akan mendapat pahala dari Yang Maha Agung, dan dianugerahi awet muda. Sebagai syarat, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung Yogyakarta, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan Sekaten. Oleh karena itu, selama perayaan, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih beserta lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara atau di depan Masjid Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka membeli cambuk untuk dibawa pulang.
Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW.
Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipuk pada masing-masing gamelan.
Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet em, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem, Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet barang.
Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.
Sekaten dimulai pada tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Di halaman Kemandungan atau Keben, banyak orang berjualan kinang dan nasi wuduk.
Lepas waktu sholat Isya, para abdi dalem yang bertugas di bangsal, memberikan laporan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, maka dimulailah upacara Sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Yang pertama dibunyikan adalah Kanjeng Kyai Guntur Madu dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Menyusul kemudian dibunyikan gamelan Kanjeng Kyai Nogowilogo dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Demikianlah dibunyikan secara bergantian antara Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo. Di tengah gendhing, Sri Sultan datang mendekat dan gendhing dibuat lembut sampai Sri Sultan meninggalkan kedua bangsal. Sebelumnya Sri Sultan (atau wakil Sri Sultan) menaburkan udhik-udhik di depan gerbang Danapertapa, bangsal Srimanganti, dan bangsal Trajumas.
Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.
Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW yang berupa pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir.

Upacara Adat Saparan, Bekakak

Jogjanews.com - Upacara Adat Saparan Bekakak kembali akan digelar Jumat  (2/12) pukul 14.00 WIB  di Desa Ambarketawang Gamping Sleman. Pelaksanaan upacara adat Saparan Bekakak kali ini sebagaimana tahun-tahun sebelumnya dimeriahkan dengan pasukan “Ogoh-Ogoh”, “Gendruwo” dan “Wewe Gombel”.

Ketua panitia, Frans Haryono, Selasa (25/12) menjelaskan Upacara Adat Saparan Bekakak akan dimulai dengan pembuatan bekakak di Dukuh Gamping Kidul pada Kamis (27/12) mulai pukul 08.00-17.00 WIB.

Dilanjutkan kenduri oleh warga masyarakat ditempat penyembelihan bekakak di Gamping Kidul RT 02/ RW 16. Malam harinya dilakukan pengambilan Tirto Dono Jati dari Umbul Tlogosari Gunung Gamping dipimpin Lurah Magersari diikuti Santri Kanigoro, Kelompok Slawatan Watulangklah, prajurit bregada pembawa Tirto Dono Jati dari Mejing Kidul serta prajurit putri.

Air tirto Dono Jati dibawa dalam bentuk kirab budaya menuju Kademangan Ambarketawang bersama dengan Bekakak, “Ogoh-Ogoh”, “Gendruwo” dan “Wewe Gombel” dengan dikawal oleh prajurit Wirosuto dari Gamping Tengah dengan penerangan “oncor’.

Selanjutnya dilakukan upacara midodareni dan kenduri di Balai Desa Ambarketawang dilanjutkan pada pukul 22.00 WIB dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk oleh dalang Ki Sutono Hadi Suyitno dengan lakon “Gatotkaca Mbangun Pringgodani”.

Jum’at (28/12) mulai pukul 10.00 – 11.30 WIB, pasangan bekakak dan berbagai gunungan dapat dilihat oleh masyarakat umum di Balai Desa Ambarketawang. Mulai pukul 13.00-14.00 WIB dilantunkan gending uyon-uyon atau karawitan.


Pada pukul 14.00 WIB Bekakak, Tirto Dono Jati diarak menuju lapangan Kademangan Ambarketawang untuk mengawali prosesi acara. Pukul 15.00 WIB upacara dimulai dengan laporan Wiromanggolo, Beksan Gambyong, pelepasan burung merpati putih dilanjutkan dengan prosesi kirab yang didukung oleh beberapa bregada utama.

Yaitu Bregada Mejing Kidul, Delingsari, Gamping Kidul, Gamping Lor, dan berbagai breagada dan peserta kirab budaya menuju petilasan di Gamping Kidul dan petilasan Gunung Gamping di Tlogo untuk dilakukan penyembelihan bekakak.

Kepala Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Drs. Untoro Budiharjo mengatakan bahwa upacara adat Saparan Bekakak merupakan event besar yang telah masuk dalam kalender event Kabupaten Sleman maupun Propinsi DIY.

"Bahkan gaungnya sudah menasional, sehingga kehadirannya sangat dinanti-nantikan warga Yogyakarta dan Jawa Tengah, bahkan oleh wisatawan luar daerah serta mancanegara yang sedang berada di Yogyakarta," kata Untoro Budiharjo.

Sehubungan dengan hal tersebut pihaknya mengharapkan para pengunjung dan wisatawan agar bisa tertib khususnya saat menyaksikan kirab berlangsung sehingga tidak menggangu pelaksanaan kirab tersebut. Mengingat pelaksanaannya menggunakan jalur transportasi umum, yaitu sebagian ruas jalan Wates dan Ring Road Barat, maka sudah barang tentu pelaksanaan upacara adat ini sedikit banyak mengganggu pengguna jalan.

Oleh karenanya, pihaknya minta maaf kepada masyarakat umum khususnya para pengguna jalan di jalur yang terpaksa ditutup sementara untuk pelaksanaan kirab, termasuk sebagian ruas jalan ring-road (jalan lingkar) barat dan sebagian ruas jalan Wates yang digunakan sebagai jalur kirab.

Pengalihan arus dari arah barat di jalan Wates akan dilakukan di pertigaan Klangon ke arah utara menuju Gedongan dan Tempel, pertigaan Universitas Mercubuana ke utara menuju Godean, dan perempatan Depok di sebelah timur SPBU Ambarketawang ke arah utara. Sedangkan dari arah timur akan dilakukan pengalihan di perempatan ringroad Pelemgurih ke arah utara.-

IPA & IPS disatukan, Guru terbebani

JOGJA - Pengintegrasian pembelajaran IPA dan IPS ke dalam mata pelajaran (mapel) lain meresahkan para guru. Guru menilai akan menjadi beban karena kompleksnya materi yang akan dipelajari.Hal tersebut bisa dimaklumi. Dengan pengintegrasian tersebut, beban suatu mapel dirasa semakin bertambah. Apalagi setiap materi pembelajaran memiliki standar kompetensi kompetensi dasar (SKKD) sendiri.Pakar kurikulum UNY Prof. Anik Ghufron mengimbau guru tidak resah dengan perubahan tersebut. Menurut Anik, pemerintah telah mempersiapkan desain pembelajaran di masing-masing mapel. Sehingga, materi yang diajarkan tidak akan membebani guru.”Masyarakat tidak perlu bingung dengan adanya perubahan yang bersifat tematik. Dengan adanya motode tematik integratif disesuaikan pula beban pembelajaran setiap mapelnya,” terang Anik (11/1).Anik menjelaskan, tujuan pemerintah menerapkan kurikulum tematik pada pendidikan dasar guna menyesuaikan visi pendidikan nasional untuk memberi dasar-dasar keilmuan. Sehingga pada usia sekolah dasar murid tidak terbebani pembelajaran yang tidak sesuai dengan perkembangan kognitifnya.Mengenai kesiapan guru, menurut Anik bisa melalui Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Anik mengatakan, PGSD juga telah mempersiapkan pembelajaran yang sifatnya tematik integratif dan sudah dilakukan sejak lama. Jadi menurutnya tidak ada masalah jika kurikulum 2013 diterapkan.Guru Besar FIP UNY ini mengatakan perubahan kirukulum dilakukan supaya kegiatan mengajar guru di sekolah bukan rutinitas. ”Selama ini guru tidak mengetahui pembelajaran yang dilakukan dalam kelas KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) atau bukan,” jelasnya. Pemerintah belum menetapkan metode tamatik intergratif tersebut. Apakah nantinya diterapkan di seluruh jenjang SD atau hanya kelas I-III SD saja.Pemerintah menjanjikan dalam kurikulum 2013 akan lebih meringankan beban guru. Pada uji publik di UNY beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh mengatakan inti dari kurikulum 2013 adalah upaya penyederhanaan dan tematik integratif.Adapun objek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 lebih menekankan pada fonomena alam, sosial, seni dan budaya. Titik beratnya bertujuan mendorong peserta didik mampu lebih baik melakukan observasi dan nalar. Seperti belajar organ tubuh (IPA) murid tidak perlu belajar terlalu mendalam soal fungsi-fungsi tersebut. Murid cukup mengetahui organ yang terpenting dan disusunnya dalam sebuah kalimat. Sehingga subtansi dari masing-masing pengetahuan diterima dengan baik oleh murid. (bhn/iwa)

Tugu Pal Putih (Hasil Revitalisasi) Diresmikan Wagub KGPAA Paku Alam IX

Jogjanews.com - Satu bangunan Cagar Budaya yang telah direvitalisasi oleh Pemerintah DIY, Tugu Pal Putih (populer disebut Tugu  Jogja) diresmikan keberadaannya pada Selasa (18/12) siang.

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam IX meresmikan Tugu Pal Putih di perempatan Jalan Mangkubumi dan Jalan Jenderal Soedirman Yogyakarta terlebih dahulu dengan melakukan pengguntingan bunga didepan Tugu Pal Putih.

Kepala Dinas Kebudayaan DIY, GBHP Yudhaningrat dalam laporannya mengatakan revitalisasi Tugu Pal Putih meliputi pekerjaan pengamanan bangunan Tugu Pal Putih dengan taman dan pedestrian, penggantian kemuncak Tugu Pal Putih, pemasangan prodo emas di Kemuncak Tugu, prasasti di empat sisi dan ornamen di tubuh Tugu.

Selain itu, revitalisasi Tugu Pal Putih juga dilakukan dengan pemasangan lanjutan batu andesit di empat simpang sampai zebra cross perempatan jalan raya, pemasangan lampu spot di empat sisi pedestrian.

“Tahun 2013 akan dilanjutkan dengan pembuatan outdoor diorama di lahan sisi tenggara Tugu Pal Putih,” terang Gusti Yudhaningrat.

Peresmian hasil revitalisasi Tugu Pal Putih ditandai dengan pengguntingan bunga di sisi selatan Tugu Pal Putih oleh Wakil Gubernur DIY, Sri Paku Alam IX.

Sejarah Tugu Pal Putih
Dalam sejarahnya, Tugu merupakan persembahan rakyat  Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat kepada rajanya, Sultan Hamengku Buwana I pada tahun 1756 M. Pembangunan Tugu ini merupakan lambang persatuan dankesatuan antara rakyat dan rajanya melawan Belanda.

Tugu merupakan simbol manunggaling kawula gusti yang berarti bersatunya pemimpin dengan yang dipimpin, persatuan dan kesatuan antara manusia yang satu dengan yang lain secara horisontal dan hubungan vertikal antara manusia dan Allah SWT.

Tugu yang kemudian disebut sebagai Tugu Golong Gilig karena bentuk puncak tugu yang bulat (golong) dan badannya berbentuk silindris atau bulat panjang (gilig) setinggi 25 meter, yang menggambarkan persatuan dan kesatuan itu tulus tanpa kecuali dan sempurna, 360 derajat tanpa ada sudutnya.

Gambar Tugu Golong Gilig ditemukan dalam arsip Belanda berupa lukisan tangan berangka tahun 1848 dengan judul De Witte Paal te Djocja.

Sampai 31 Januari 2013, Kompetisi Desain Poster Berslogan Kampanye Hemat Energi

Jogjanews.com - Dalam rangka mendukung program ramah lingkungan dalam bidang penghematan energi,  PT. Grahamandiri Management Terpadu (GMT) menyelenggarakan Kompetisi Desain Poster Berslogan. PT Grahamandiri Manajemen Terpadu (GMT) Property Management adalah perusahaan penyedia layanan managemen properti, bergerak dalam operasional pengelolaan gedung.

“Dapat kami sampaikan juga bahwa hasil poster pemenang akan kami gunakan dalam operasional pengelolaan bangunan sebagai suatu metode kampanye hemat energi,” tulis email dari PT GMT Property Management, Jum’at (28/12).

Berikut materi Kompetisi Desain Poster Berslogan PT Grahamandiri Manajemen Terpadu (GMT) Property Management:

Ketentuan Desain
  1. Desian berupa poster berslogan berkaitan dengan kesadaran pemeliharaan gedung seperti penghematan energi (air dan listrik), kebersihan di area gedung, kebersihan toilet, ketertiban area parkir, himbauan/cara menggunakan peralatan gedung untuk keamanan dan keselamatan, dll.
  2. Contoh slogan, “Matikan Lampu Sebelum Meninggalkan Ruangan”, “Area Bebas Rokok”, “Tutup Kran Setelah Digunakan”, “Gunakan Tangga Untuk Situasi Darurat”, dll.
  3. Slogan dapat menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris
  4. Syarat dan Ketentuan
    1. Lomba terbuka untuk mahasiswa dan umum
    2. Karya harus orisinal dan belum pernah dipublikasikan
    3. Setiap karya yangmasuk menjadi hak panitia
    4. Mengisi formulir pendaftaran di website: www.gmtproperty.com
    5. Desain terdiri dari minimal 3 tiga warna
    6. Desain slogan di upload ke website www.gmtproperty.com dengan ukuran tidak lebih dari 300 KB, 20 desain terbaik akan dihubungi untuk mengirimkan karya dalam bentuk hard copy dan soft  copy
    7. Keputusan juri mutlak dan tidak dapat diganggu gugat
    8. Tidak berlaku untuk karyawan dan keluarga GMT Group.
Tahap Seleksi dan Pengumuman Pemenang
  1. Hasil karya diterima paling lambat tanggal 31 Januari 2013 pukul 24.00 waktu GMT Jakarta
  2. Pengumumanmelalui website www.gmtproperty.com pada tanggal 21 februari 2013
  3. Penyerahan hadiah pada tanggal14 Maret 2013

Kriteria Penilaian:
1.Orisinalitas dan Estetika
2.Kesesuaian antara tema, desain dan slogan
3.Kreatifitas, unsur warna desain dan pemilihan kata dalam slogan

Dewan Juri:
-Pandita (Dinas P2B DKI Jakarta)
-Frans Go (CEO GMT Property Management)
-Ari Stefanus (CEO MIT Technology)
-Peri Faraouk (Motivator di MNC News TV)

Hadiah Kategori Umum
Juara I: Apple New Ipad 3WIFI-16 GB
Juara II: Apple ipad Touch G4-8 GB
Juara III: Samsung Android i5510 Galaxy 551

Kategori Mahasiswa
Juara I: Samsung Galaxy Tab 2.7.0 Espresso
Juara II: Samsung Camera WB 150F
Juara III: Apple iPod Shuffle 4GB

Jika ada hal yang kurang jelas dapat dilihat di www.gmtproperty.com dan untuk pendaftaran peserta silakan masuk ke link www.gmtproperty.com/lomba.html. Untuk keterangan lebih lanjut hubungi SMS atau HP: 0858 1138 7411 (Eliz) 0856 9165 1199 (Indra).

Satu Tahun Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Suguhkan Beragam Tradisi Seni Budaya

Jogjanews.com - Royal Ambarrukmo Yogyakarta (RAY) memperingati ulang tahun pertama (1st anniversary) pada Minggu (25/11). Sejumlah acara tradisi, seni dan budaya dihadirkan untuk resepsi syukuran satu tahun RAY yang mengusung tema “Timeless Royal Heritage”.

RAY hadir pertama pada 27 Oktober 2011 sebagai hotel bintang empat hasil kerjasama antara PT Putra Mataram Indah Wisata sebagai pemilik (owning) RAY serta PT Grahawita Santika (PT GWS) sebagai pengelola RAY.

Acara memperingati ulang tahun RAY sekaligus peresmian RAY diadakan satu hari penuh sejak Minggu pagi hingga Senin pagi. Minggu pagi diselenggarakan bersepeda wisata “Heritage Cycling Tour mulai pukul 06.00-10.00WIB dimulai dari halaman RAY menuju Candi Prambanan.

Pada Minggu pagi juga diselenggarakan olahraga golf bersama Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam tajuk acara “Royal Swing under the Majestic Mountain” di Merapi Golf Cangkringan dari 06.30-14.00 WIB.

Acara resepsi syukuran ulang tahun pertama RAY dimulai pukul 18.00 dengan cocktail party untuk tamu undangan. Pukul 19.00 WIB dilakukan acara resmi upacara syukuran di Royal Garden RAY dihadiri Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Acara ceremonial syukuran satu tahun RAY diisi dengan penandatanganan prasasti peresmian RAY, launching buku Ambarrukmo dan pemberian sertifikasi bintang lima yang semuanya dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Setelah ceremonial di Royal Garden RAY, para tamu disuguhi fashion show “Royal Catwalk” oleh 25 designer anggota APPMI Yogyakarta dengan tema “Indonesia Fashion Week 2013’ dan sajian Royal Jazz bersama Komunitas Jazz Yogyakarta.

Beragam kegiatan seni budaya yang difasilitasi RAY diselenggarakan di Pendopo Agung Ambarrukmo mulai dari dolanan anak, sinau basa Jawa (belajar bahasa Jawa), Jemparingan (memanah), macapat, teater perempuan, tari klasik gaya Yogyakarta.

Puncak kegiatan seni budaya di Pendopo Agung Ambarrukmo adalah pertunjukan wayang kulit semalam utuh terbuka untuk umum dengan dalang Ki Seno Nugroho yang mengetengah judul “Jabang Tetuko”-Lahirnya Gathotkaca, generasi kedua Pandawa.

Sementara di Karaton Ballroom yang disulap dengan dekorasi jaman dulu untuk menggambarkan Sinar Bulan Louge” dihadirkan tembang kenangan bersama Koes Hendratmo pada pukul 21.00 WIB.